Assalamualaikum,
Ramai yang tertekan, sakit hati, lemah semangat, putus harapan, dan berbagai-bagai lagi perasaan negatif yang melanda jiwa kerana orang sekeliling. Implikasinya, prestasi diri merundum dan menutup peluang untuk berjaya.
Kadang-kadang timbul perasaan yang merasakan diri ini "useless", tak guna hidup, dan sampai satu tahap ada yang hendak bunuh diri.
Semua itu dari muslihat syaitan yang sengaja meniupkan api kegusaran ke dalam hati yang meninggi supaya anda menghancurkan diri.
Hentikan.
Walau siapapun anda dimata mereka, disama "level"kan seperti binatang sekalipun. Anda tak perlu risau, kerana dia bukan penentu syurga neraka anda. Tapi jangan biarkan dia menjatuhkan maruah anda.
Biar dunia menyepi, asal syurga menari-nari.
Jika semua anda merasakan amalmu diredhai Allah, anda tak perlu risau dan gusar tentang tanggapan makhluknya terhadapmu. Siapa mereka untuk tentukan syurga mu? Siapa mereka untuk mengatakanmu ke neraka ?
Tapi bagaimana supaya syurga menari-nari untuk kita?
1) Pertama sekali, cuba lihat diri kita. Lihat hubungan kita dengan :
a. Allah
b. Ibu bapa
c. Adik beradik.
d. Keluarga.
e. Teman.
f. Orang sekeliling.
2) Perbaiki solatmu. Jika dulu tomakninah entah kemana-mana, bacaan laju entah apa yang disebut. Cuba sempurnakan solatmu.
3) Budi pekertimu dan Pakaianmu
4) Imanmu.
5) Perilaku dan peribadimu
6) Tutur katamu, budi bicaramu.
7) Akhlak, sifat, dan watakmu.
8) Perangai, tabiat, dan sikapmu.
9) Kesabaran, tarbiyah, dan amalmu.
Di sini aku ketengahkan beberapa kisah untuk membuka minda anda.
Pernah dengar kisah Luqman Al-Hakim? Rabiatul Adawiyah? dan Kisah Uwais al-Qarni?
Mereka tidak terkenal di kalangan manusia sewaktu mereka hidup, malah mereka hidup secara sederhana dan ada yang susah hidupnya. Mereka hamba yang zuhud, dan tidak meminta supaya Allah menaikkan darjat mereka di mata manusia. Mereka sentiasa bertaqwa dan sentiasa memburu keredhaan Allah. Sehinggakan Uwais al-Qarni antara nama yang disebut menjadi ahli syurga walaupun baginda Rasulullah s.a.w tidak pernah bertemu dengannya. Kisah Rabiatul adawiyah yang menjadi pengajaran sehingga akhir zaman. Dihujung penghidupnya, dia hanyalah seorang wanita yang tinggal di pondok buruk tanpa pengetahuan dan jauh dari orang ramai. Tapi dia diangkat menjadi wali dan diberi pertolongan oleh Allah sewaktu ditimpa musibah. Dan yang terahir, Luqman al-Hakim. Seorang hamba Allah yang biasa, tidak diangkat menjadi Rasul, bukan juga Raja atau pemerintah yang terkenal. Tapi kata-kata nasihatnya dirakam dalam al-Quran dan dia dijadikan tauladan sepanjang Zaman.
Biarlah sesiapa pun anda di mata dunia. Biarlah dunia menyepi untukmu. Asal syurga menari-nari untukmu.
Kisah 1
Biografi Luqman Al Hakim
Luqmanul Hakim menurut riwayat yang lebih kuat, bukan seorang nabi. Ia seorang manusia shaleh semata. Bahkan dalam banyak riwayat shahih dikatakan, ia seorang budak belian, berkulit hitam, berparas pas-pasan, hidung pesek, kulit hitam legam. Namun demikian, namanya diabadikan oleh Allah menjadi nama salah satu surat dalam al-Qur’an, surat Luqman. Penyebutan ini tentu bukan tanpa maksud. Luqman diabadikan namanya oleh Allah, karena memang orang shaleh yang patut diteladani. Bahwa Allah tidak menilai seseorang dari gagah tidaknya, juga tidak dari statusnya, jabatannya, warna kulitnya dan lainnya. Akan tetapi Allah menilai dari ketakwaaan dan kesalehannnya.
Luqman merupakan sosok budak hina, hitam, akan tetapi Allah abadikan karena ketakwaan dan kesalehannya.
Setidaknya, ada dua manusia yang bukan nabi, tapi namanya diabadikan dalam al-Qur’an menjadi nama surat. Keduanya itu adalah Luqman dan Maryam.
Setidaknya, ada dua manusia yang bukan nabi, tapi namanya diabadikan dalam al-Qur’an menjadi nama surat. Keduanya itu adalah Luqman dan Maryam.
Lalu siapa sebenarnya Luqman ini?
Berikut paparan singkat penulis.
Hemat penulis, tidak satu pun sejarawan yang menyebutkan bahwa Luqman berdarah Arab. Sebagian sejarawan menyebut Luqman berdarah Ibrani, sebagian lain menyebut berdarah Habasyi, dan yang lainnya menyebut berdarah Nubi, salah satu suku di Mesir yang berkulit hitam (aswan sekarang).
Hemat penulis, tidak satu pun sejarawan yang menyebutkan bahwa Luqman berdarah Arab. Sebagian sejarawan menyebut Luqman berdarah Ibrani, sebagian lain menyebut berdarah Habasyi, dan yang lainnya menyebut berdarah Nubi, salah satu suku di Mesir yang berkulit hitam (aswan sekarang).
- Dalam Tarikh nya, Ibnu Ishak menuturkan, bahwa Luqman bernama Luqman bin Bau’raa bin Nahur bin Tareh, dan Tareh bin Nahur merupakan nama dari Azar, ayah Nabi Ibrahim as.
- Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa Luqman adalah putra dari saudari kandung Nabi Ayyub as. Muqatil menuturkan, Luqman adalah putra dari bibinya Nabi Ayyub as.Imam Zamakhsyari menguatkan dengan mengatakan: Dia adalah Luqman bin Bau’raa putra saudari perempuan Nabi Ayyub atau putra bibinya.
- Riwayat lain mengatakan, Luqman adalah cicit Azar, ayahnya Nabi Ibrahim as. Luqman hidup selama 1000 tahun, ia sezaman bahkan gurunya Nabi Daud. Sebelum Nabi Daud diangkat menjadi Nabi, Luqman sudah menjadi mufti saat itu, tempat konsultasi dan bertanya Nabi Daud as.
- Luqmanul Hakim dalam sebuah riwayat dikatakan seorang yang bermuka biasa, tidak ganteng. Qatadah pernah menuturkan dari Abdullah bin Zubair bahwasannya ia pernah bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang Luqman. Jabir menjawab: “Dia berbadan pendek dan berhidung pesek, orang Nubi, Mesir”.
- Sa’id bin al-Musayyib juga menuturkan bahwa Luqman termasuk orang berkulit hitam dari Mesir, akan tetapi sangat mulia, dan Allah memberikan hikmah kepadanya, juga Luqman menolak untuk diangkat sebagai Nabi. Seorang laki-laki berkulit hitam datang mengadu kepada Said bin al-Musayyib. Sa’id kemudian berkata: “Janganlah bersedih lantaran kulit kamu hitam, karena di antara manusia pilihan itu, ada tiga orang semuanya berkulit hitam: Bilal, Mihja’ budak Umar bin Khatab dan Luqmanul Hakim”.
Lalu apa pekerjaan Luqman?
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang profesinya. Sebagian mengatakan, profesinya adalah tukang jahit. Sebagian lainnya mengatakan, tukang kayu, yang lainnya menuturkan tukang kayu bakar, dan terakhir mengatakan sebagai penggembala.
Riwayat lain menuturkan bahwa Luqman adalah qadhi pada masa Bani Israil, sekaligus konsultannya Nabi Daud as. Bahkan riwayat lain menuturkan Luqman adalah seorang budak belian dari Habasyi yang berprofesi sebagai tukang kayu.
Khalid ar-Rib’i menuturkan: “Luqman adalah seorang budak belian dari Habasyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Suatu hari majikannya berkata: “Wahai Luqman sembelih kambing ini lalu keluarkan dua dagingnya yang paling enak. Luqman lalu menyembelih dan mengeluarkan lidah dengan hati.
Keesokan harinya, majikannya kembali berkata: “Luqman, sembelih domba ini, dan keluarkan dua daging yang paling tidak enak”. Luqman kembali mengeluarkan lidah dengan hati.
Majikannya lalu bertanya, wahai Luqman, saya meminta kamu mengeluarkan daging yang paling enak dan paling tidak enak, kamu mengeluarkan yang sama, lidah dengan hati. Kenapa demikian?
Luqman menjawab: “Tidak ada yang seenak keduanya, apabila dipakai dengan sebaik mungkin, dan tidak ada yang sejelek dari keduanya, manakala dipakai tidak pada tempatnya”. SubhanAllah sungguh bijak sekali Luqman ini, karena itulah Allah memberikan nama Luqmanul Hakim (Luqman yang sangat bijak).
Dalam sejarahnya Luqman menikah dan dikaruniai banyak anak, akan tetapi semuanya meninggal dunia ketika masih kecil, tidak ada yang sampai dewasa, namun Luqman tidak menangis, karena hidupnya yang sudah yakin dengan Allah.
Betapa banyak contoh-contoh kemulian Luqmanul Hakim ini yang tentunya tidak mungkin penulis sampaikan dalam kesempatan kali ini. Dalam hal ini, penulis hendak menyuguhkan wasiat-wasiat, pesan-pesan Luqman untuk putra-putranya sekaligus untuk ktia semua baik yang tercantum dalam al-Qur’an, maupun dalam riwayat lainnya.
Wasiat-wasiat Luqman dalam al-Qur’an (QS. Luqman: 13-19)
“13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.
besar”.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Kisah 2
Kisah Rabiatul Adawiyah
Rabiatul Adawiyah adalah seorang wali Allah yang mengabdikan dirinya kepada Allah. Kesabaran dan perjuangan harus dicontohi oleh wanita islam hari ini. Walaupun sejarah hidupnya bermula dari seorang wanita yang tidak mentaati Allah, akhirnya di memilih jalan sufi dalam mencari ketenangan hidup.
Kisah bermula pada zaman dahulu di mana kejahilan menyelebungi masyarakat arab kebanyakan sekolah agama telah ditutup. Ayah Rabiatul Adawiyah adalah guru agama tapi terpaksa menjadi pendayung sampan. Untuk menarik minat orang menaiki sampannya dia akan mendendangkan lagu yang merdu ketika mendayung sampan. Rabiatul Adawiyah sentiasa disamping ayahnya hinggalah dia dewasa, apabila ayahnya meninggal dunia. Dia menggantikan tempat ayah sebagai pendayung sampan dan mendendangkan lagu yang merdu. Mendengarkan suaranya yang merdu itu menarik hati seorang lelaki untuk membawanya untuk dipersembahkan kepada raja dan dia terpaksa berkhidmat untuk raja. Setiap hari dia menyanyi dan menuang arak kepada raja dan tetamu raja.
Suatu hari timbul kesedaran di hatinya merasa insaf dengan segala perbuatannya kerana kejahilannya itu sedangkan bapanya adalah seorang guru agama. Dari hari itu Rabiatul Adawiyah tidak mahu lagi menyanyi dan menuang arak. Dia sering duduk bersendirian berzikir kepada Allah. Dia juga diseksa oleh raja dengan kerja yang berat. Pernah suatu hari pengawal raja disuruh melepaskan ular dan kala jengking ke dalam bilik Rabiatul Adawiyah kerana raja tidak senang melihat dia sentiasa berzikir. Tetapi akhirnya ular tersebut menerkam pengawal raja. Rabiatul Adawiyah tetap tenang, walaupun dia tidak diberi makan dia tetap mampu menjalankan ibadat kepada Allah. Apabila raja mengintainya di dalam bilik, kelihatan dia sedang munajat memohon doa kepada Allah. di dalam kegelapan biliknya kelihatan cahaya yang menyuluh ke arahnya. Pada suatu malam raja bermimpi seorang tua datang dan mengatakan supaya melepaskan Rabiatul Adawiyah dan jangan lagi menyiksanya kemudia raja melihat Rabiatul Adawiyah berpakaian serba putih naik ke atas langit. Beliau terus ke bilik Rabiatul Adawiyah untuk melihat sama ada Rabiatul Adawiyah masih ada atau sudah pergi. Kelihatan Rabiatul Adawiyah masih berzikir dan berdoa.
Sampai habis tempoh masa Rabiatul berkhidmat dengan raja, akhirnya dia dilepaskan oleh raja. Rabiatul Adawiyah berterima kasih kepada raja dan tidak meminta apa-apa daripada raja walaupun raja memberi peluang kepadanya untuk meminta apa saja sebelum dia pergi. Apabila dia pulang ke kampungnya, rumah telah roboh dan penduduk kampungnya juga ramai yang telah berpindah. Dia meminta orang menyediakan sebuah pondok kecil untuknya. Pada suatu malam, seorang pencuri terpandang pondok Rabiatul Adawiyah lalu dia ingin pergi mencuri di situ. Ketika itu Rabiatul Adawiyah sedang solat. Dia tidak menjumpai apa-apa di dalam rumah Rabiatul Adawiyah melainkan sebiji tempayan. Lalu dia merasa kecewa dan ingin bunuh Rabiatul Adawiyah. Apabila dia mengeluarkan pisan dan ingin menikanm Rabiatul Adawiyah tiba-tiba dia menjadi keras dan pisaunya terjatuh. Rabiatul Adawiyah terkejut. Rabiatul mengatakan pada pencuri itu ambillah apa yang dia inginkan jika dia seorang pencuri tetapi mengapa ingin membunuhnya. Lalu dia menyuruh pencuri itu mengambil wudhuk dan bersolat serta memohon pada Allah apa yang dia inginkan. Lalu pencuri itu bersolat dan meinta pada Allah agar mendapat rezeki yang banyak supaya dia tidak perlu menjadi pencuri lagi.
Pada masa yang sama diluar kelihatan kereta kuda yang membawa banyak harta yang menuju ke arah pondok Rabiatul Adawiyah. Raja menghantar orang untuk memberi Rabiatul Adawiyah harta yang banyak. Apabila orang itu datang menemui Rabiatul Adawiyah kerana ingin menyerahkan harta itu, Rabiatul Adawiyah mengatakan dia tidak pernah meminta harta dari Allah tetapi orang disebelahnya yang memohon kepada Allah jadi berikanlah harta itu kepada orang yang memintanya. Pencuri itu gembira kerana mendapat harta dan dia membuat sebuah mahligai yang indah. Pada suatu hari ada seorang lelaki menemui pencuri itu dan bertanya bagaimana dia mendapat harta yang begitu banyak dalam sekelip mata. Dia pun menceritakan kisahnya kepada lelaki itu. Lelaki itu menjelaskan kepadanya bahawa wanita yang ditenuinya itu adalah wali Allah. Dia berasa terkejut dan menyesal kerana tidak berterima kasih kepada Rabiatul Adawiyah lalu dia ke pondok rabiatul Adawiyah untuk menemuinya. Ketika itu Rabiatul Adawiyah sedang nazak. Akhirnya Rabiatul Adawiyah pergi menemui kekasihnya.
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka dibayangi-bayangi fikiran jahat (berbuat dosa) dari syaitan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).
[Surah al-A'raf, ayat 201]
Sumber: http://sesuci-jiwa.blogspot.com/2011/05/kisah-rabiatul-adawiyah.html
Rabiatul Adawiyah adalah seorang wali Allah yang mengabdikan dirinya kepada Allah. Kesabaran dan perjuangan harus dicontohi oleh wanita islam hari ini. Walaupun sejarah hidupnya bermula dari seorang wanita yang tidak mentaati Allah, akhirnya di memilih jalan sufi dalam mencari ketenangan hidup.
Kisah bermula pada zaman dahulu di mana kejahilan menyelebungi masyarakat arab kebanyakan sekolah agama telah ditutup. Ayah Rabiatul Adawiyah adalah guru agama tapi terpaksa menjadi pendayung sampan. Untuk menarik minat orang menaiki sampannya dia akan mendendangkan lagu yang merdu ketika mendayung sampan. Rabiatul Adawiyah sentiasa disamping ayahnya hinggalah dia dewasa, apabila ayahnya meninggal dunia. Dia menggantikan tempat ayah sebagai pendayung sampan dan mendendangkan lagu yang merdu. Mendengarkan suaranya yang merdu itu menarik hati seorang lelaki untuk membawanya untuk dipersembahkan kepada raja dan dia terpaksa berkhidmat untuk raja. Setiap hari dia menyanyi dan menuang arak kepada raja dan tetamu raja.
Suatu hari timbul kesedaran di hatinya merasa insaf dengan segala perbuatannya kerana kejahilannya itu sedangkan bapanya adalah seorang guru agama. Dari hari itu Rabiatul Adawiyah tidak mahu lagi menyanyi dan menuang arak. Dia sering duduk bersendirian berzikir kepada Allah. Dia juga diseksa oleh raja dengan kerja yang berat. Pernah suatu hari pengawal raja disuruh melepaskan ular dan kala jengking ke dalam bilik Rabiatul Adawiyah kerana raja tidak senang melihat dia sentiasa berzikir. Tetapi akhirnya ular tersebut menerkam pengawal raja. Rabiatul Adawiyah tetap tenang, walaupun dia tidak diberi makan dia tetap mampu menjalankan ibadat kepada Allah. Apabila raja mengintainya di dalam bilik, kelihatan dia sedang munajat memohon doa kepada Allah. di dalam kegelapan biliknya kelihatan cahaya yang menyuluh ke arahnya. Pada suatu malam raja bermimpi seorang tua datang dan mengatakan supaya melepaskan Rabiatul Adawiyah dan jangan lagi menyiksanya kemudia raja melihat Rabiatul Adawiyah berpakaian serba putih naik ke atas langit. Beliau terus ke bilik Rabiatul Adawiyah untuk melihat sama ada Rabiatul Adawiyah masih ada atau sudah pergi. Kelihatan Rabiatul Adawiyah masih berzikir dan berdoa.
Sampai habis tempoh masa Rabiatul berkhidmat dengan raja, akhirnya dia dilepaskan oleh raja. Rabiatul Adawiyah berterima kasih kepada raja dan tidak meminta apa-apa daripada raja walaupun raja memberi peluang kepadanya untuk meminta apa saja sebelum dia pergi. Apabila dia pulang ke kampungnya, rumah telah roboh dan penduduk kampungnya juga ramai yang telah berpindah. Dia meminta orang menyediakan sebuah pondok kecil untuknya. Pada suatu malam, seorang pencuri terpandang pondok Rabiatul Adawiyah lalu dia ingin pergi mencuri di situ. Ketika itu Rabiatul Adawiyah sedang solat. Dia tidak menjumpai apa-apa di dalam rumah Rabiatul Adawiyah melainkan sebiji tempayan. Lalu dia merasa kecewa dan ingin bunuh Rabiatul Adawiyah. Apabila dia mengeluarkan pisan dan ingin menikanm Rabiatul Adawiyah tiba-tiba dia menjadi keras dan pisaunya terjatuh. Rabiatul Adawiyah terkejut. Rabiatul mengatakan pada pencuri itu ambillah apa yang dia inginkan jika dia seorang pencuri tetapi mengapa ingin membunuhnya. Lalu dia menyuruh pencuri itu mengambil wudhuk dan bersolat serta memohon pada Allah apa yang dia inginkan. Lalu pencuri itu bersolat dan meinta pada Allah agar mendapat rezeki yang banyak supaya dia tidak perlu menjadi pencuri lagi.
Pada masa yang sama diluar kelihatan kereta kuda yang membawa banyak harta yang menuju ke arah pondok Rabiatul Adawiyah. Raja menghantar orang untuk memberi Rabiatul Adawiyah harta yang banyak. Apabila orang itu datang menemui Rabiatul Adawiyah kerana ingin menyerahkan harta itu, Rabiatul Adawiyah mengatakan dia tidak pernah meminta harta dari Allah tetapi orang disebelahnya yang memohon kepada Allah jadi berikanlah harta itu kepada orang yang memintanya. Pencuri itu gembira kerana mendapat harta dan dia membuat sebuah mahligai yang indah. Pada suatu hari ada seorang lelaki menemui pencuri itu dan bertanya bagaimana dia mendapat harta yang begitu banyak dalam sekelip mata. Dia pun menceritakan kisahnya kepada lelaki itu. Lelaki itu menjelaskan kepadanya bahawa wanita yang ditenuinya itu adalah wali Allah. Dia berasa terkejut dan menyesal kerana tidak berterima kasih kepada Rabiatul Adawiyah lalu dia ke pondok rabiatul Adawiyah untuk menemuinya. Ketika itu Rabiatul Adawiyah sedang nazak. Akhirnya Rabiatul Adawiyah pergi menemui kekasihnya.
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka dibayangi-bayangi fikiran jahat (berbuat dosa) dari syaitan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).
[Surah al-A'raf, ayat 201]
Sumber: http://sesuci-jiwa.blogspot.com/2011/05/kisah-rabiatul-adawiyah.html
Kisah 3.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, "Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti Muhammad SAW, sambil menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas pulang".
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada Sayyidah Fathimah a.s. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi Sayyidah Fathimah a.s., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah SAW bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya." Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada Imam Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan bersabda, "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah diestafetkan kepada Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Ia segera mengingatkan kepada Imam Ali untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri salatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi SAW. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara? "Abdullah", jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian berkata, "Nama saya Uwais al-Qorni".
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Imam Ali memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, "Sayalah yang harus meminta do'a kepada kalian". Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, "Kami datang ke sini untuk mohon do'a dan istighfar dari anda".
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata, "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi".
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan salat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah, tolonglah kami!" tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" katanya.
"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya.
"Ya, "jawab kami. Orang itu pun melaksanakan salat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.
Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin Khattab)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.